When Studying Abroad Looks Fun

gambar di ambil dr www.buzzfeed.com

Punya keluarga, teman atau kenalan yang sedang study abroad?. Mereka selalu upload dan posting foto-foto selama di negeri orang. Siapa sih yang nggak ngiri?. Bukankah terlihat menyenangkan melihat mereka bisa jalan-jalan kesana kemari. Berada di tempat-tempat yang mungkin hanya bisa kita bayangkan bisa menjamahnya. Bertemu dan berkumpul dengan orang-orang baru. dan merasakan berbagai pengalaman baru.  Tapi percayalah, dibalik semua foto-foto tersebut ada stres dan duka yang tersembunyi. Itu menurut pengakuan salah seorang teman yang sedang study abroad di salah satu postingannya di FB.

Yup,menurut  teman saya yang sekarang sedang merantau di negeri Paman Sam tersebut, dibalik semua foto-foto yang (terlihat) menyenangkan tersebut, ada stress yang tak terlihat.

“Harus banyak banget baca buku, textbook, ubek-ubek google sana- sini, capek ngomong bahasa Inggris seharian (udah gitu kadang masih nggak ngerti), culture shock, homesick buanget (bahkan termasuk Jakarta yang macetnya ngeselin), ngelakuin apa apa harus sering-sering sendiri, adaptasi adaptasi, kudu makan makanan yang seadanya dan dimasak sendiri (karena pengen ngirit dan sesuai dengan lidah), pun mesti pinter-pinter atur duit berhubung jadi anak kuliahan lagi,” Ujarnya.

See..ternyata nggak semuanya yang terlihat menyenangkan itu menyenangkan, selalu ada negatif dan positifnya. Jujur saja, setelah membaca postingan teman saya tersebut seperti menjadi “penghibur” tersendiri bagi saya pribadi. Saya termasuk salah seorang dari sekian banyak yang punya impian bisa melanjutkan study ke luar negeri. Berharap suatu saat nanti bisa meraih gelar master di salah satu universitas ternama di luar negeri. Setiap kali ada teman saya yang memiliki keberuntungan bisa mendapatkan beasiswa untuk study abroad, saya merasa senang dan bangga sekaligus iri dengan mereka. Senang dan bangga bisa memiliki teman-teman yang sukses dan iri karena belum bisa seperti mereka.

Tidak hanya iri melihat teman-teman saya bisa melanjutkan kuliah di negeri orang, tapi juga iri melihat kesuksesan karir mereka. Ya, mayoritas dari mereka adalah para pekerja dengan posisi cukup mapan di tempat mereka bekerja dan perempuan pula. Jika  membandingkannya dengan diri saya, tentu saja kalah jauh, saya bukanlah apa-apa. Minder? Bohong jika perasaan itu tak pernah mampir dalam hati saya.

Beberapa tahun lalu saya membayangkan setelah lulus kuliah S1 saya bisa berkarir dan bekerja di perusahaan ternama dengan posisi yang pantas untuk bisa dibanggakan. Namun nyatanya, saya bukanlah orang yang cukup pintar dan pandai untuk lolos tes rekruitmen beberapa perusahaan incaran yang saya ikuti. Sampai akhirnya saya pun menikah dan hingga saat ini status saya bekerja sebagai pengurus rumah tangga.

Namun di sisi lain saya terkadang bersyukur atas semua ini. Ya, saya bersyukur kini saya sudah menikah, saya bersyukur saya tidak pernah di terima di perusahaan incaran. Mengapa? Karena jika saya diterima bekerja dan atau menunda pernikahan saya, hampir bisa dipastikan saya akan lebih menyesal. Saya akan menyesal karena saya mungkin tidak akan pernah bisa menengok dan merawat Bapak sesering yang telah saya lakukan.

Jika saya diterima bekerja yang notabene perusahaan-perusahaan incaran saya tersebut berada di luar Purwokerto, saya pasti akan menggunakan alasan jarak dan waktu untuk tidak bisa sering pulang padahal Bapak sering keluar masuk rumah sakit. Dan jika saya menunda pernikahan, maka saya tidak akan pernah merasakan bagaimana rasanya dinikahkan oleh Bapak. Ya, karena awal Juni lalu Bapak akhirnya menyusul Ibu dan meninggalkan kami untuk selama-lamanya.

gambar di ambil dr Pinterest

Bukankah Tuhan tidak akan memberikan cobaan melebihi kemampuan hamba-Nya? Mungkin jika sekarang saya dan teman saya yang study abroad bertukar posisi, belum tentu saya mampu bertahan di negeri orang. Jangankan bisa paham materi kuliah di kelas dan ngerjain tugas dengan lancar, buat ngomong  Inggris aja saya masih sangat kacau balau. Ataupun sebaliknya, jika dia berada di posisi saya belum tentu juga ia bisa melewatinya.

Yang saya yakini, semua yang kita alami pada hakekatnya adalah proses untuk menjadikan kita orang yang kuat dan lebih baik dari sebelumnya. Tentu saja dengan cara yang berbeda menyesuaikan kadar kemampuan masing-masing dan itu hanya Tuhan yang tahu. Jika orang lain sudah mencapai mimpinya sedangkan kita belum, bukan berarti kita tidak akan pernah bisa mencapainya.

Anggap saja, Tuhan belum memberikan kesempatan itu kepada kita. Tuhan masih menunggu dan melihat seberapa besar perjuangan kita hingga kita di anggapnya layak untuk mendapat kesempatan tersebut.  Percaya deh Tuhan itu Maha Tahu. Dia memberikan apa yang kita butuhkan, bukan apa yang kita inginkan. Nggak percaya? Coba kalian rubah sedikit sudut pandang kalian 😉

So, kalian adakah yang masih berkeinginan study abroad? Kalau saya sih masih kepengin, Insyaallah suatu saat nanti bisa study abroad bareng sama suami, aamiin…. 😀

Allaely Hardhiani

Saya hanyalah seorang ibu rumah tangga biasa. Istri seorang ilustrator sekaligus ibu dari 3 orang anak luar biasa. Penyuka kopi yang suka membaca, kulineran, dan jalan-jalan. Blog ini merupakan catatan saya tentang berbagai hal. Semoga bisa bermanfaat dan selamat membaca!

Tinggalkan komentar