“Persahabatan bagai kepompong, mengubah ulat menjadi kupu-kupu. Persahabatan bagai kepompong, hal yang tak mudah berubah jadi indah. Persahabatan bagai kepompong, maklumi teman hadapi perbedaan. Persahabatan bagai kepompongna na na na na..”
Hayo, siapa yang tahu lagu di atas? Itu merupakan cuplikan dari lagu Kepompong milik Sind3ntosca. Beberapa tahun lalu ini lagu sempat ngehit saat menjadi OST di salah satu serial TV. Saya termasuk salah satu penontonnya, soalnya ceritanya bagus sih. Sesuai lagu OST-nya, cerita serialnya memang tentang persahabatan.
Nah, ngomongin tentang persahabatan, kita semua yang hidup dunia ini pasti memiliki sahabat. Sahabat yang begitu berarti untuk kita. Bahkan, terkadang ada yang rasa sayang kepada sahabat sama besarnya dengan rasa sayang kepada keluarganya sendiri. Di dalam hati kita, sahabat memiliki ruang tersendiri. Ada yang bilang, mencari seorang sahabat sejati lebih sulit daripada mencari seorang pacar. Bahkan ada juga seseorang yang rela berkorban apapun asalkan sahabatnya itu bahagia. Itulah yang namanya sahabat sejati.
Saya sendiri memiliki beberapa sahabat, salah satunya yaitu seorang perempuan bernama Astrid. Yup, she is one of my bestfriend. Astrid ini teman kuliah satu jurusan. Meskipun dari awal kuliah sudah kenal, tapi kami nggak langsung dekat. Tahun-tahun pertama kuliah, bisa dibilang kami hanya sekadar bertemu dan say “hai” di kelas saja. Sepertinya terlalu banyak perbedaan di antara kami. Saya dan Astrid berasal dari daerah dan suku yang berbeda. Dia orang Jakarta dengan suku Betawi, sedangkan saya orang Purwokerto dengan suku Jawa. Dia lebih sering ngumpul sama teman-teman yang sedaerah sama dia. Sedangkan saya sendiri? Sama teman-teman lain, seprovinsi tapi nggak sedaerah juga sih… lha wong yang dari Purwokerto cuma saya doang hehehe…. Selain beda pergaulan, kami pun punya gaya berpakaian yang berbeda. Dia gayanya modis dan feminim yang ala anak gaul gitu deh. Sedangkan saya, alamak jangankan dibilang modis apalagi feminim. Penampilan lebih sering acak adut dan cenderung tomboi hehehe… Kami juga punya sifat yang berbeda. Astrid cenderung kalem, penurut, pendiam dan penyabar, sedangkan saya cenderung hmm…cerewet, nggak bisa diam, keras kepala serta nggak sabaran.
Astrid ini orangnya selain cantik, pintar dan bisa dibilang unik. Gimana nggak unik coba kalau cuma dia yang bayar iuran angkatan pakai uang receh. Masih ingat banget tuh, saat habis kuliah pagi, saya bantuin dia ngitungin uang receh bejibun dari kaleng celengannya hahaha… Lalu, seiring berlalunya waktu *halah*, pada akhirnya saya tahu kalau dia ini ternyata adalah sahabat dari teman SMA saya. Kebetulan saat SMA sahabatnya itu pindah ke sekolah saya. Berawal dari situlah kami mulai lebih terbuka satu sama lain, meskipun masih belum dekat. Barulah saat menjelang tahun-tahun terakhir kuliah, tepatnya saat kami KKN, kami mulai akrab dan dekat. Kebetulan kami dapat KKN satu tempat. Di tempat KKN, kami jadi sering ngobrol dan nyambung karena ternyata dalam beberapa hal kami memiliki pemikiran yang sama. Saat tim KKN mengadakan rapat atau diskusi, kamipun sering kali sependapat dan sepemikiran.
Selepas KKN, kami tetap sering bertemu. Sering pergi bareng dan saling curhat ngalor ngidul dari A-Z. Seiring berjalannya waktu kami pun semakin mengenal dan mengerti kepribadian satu sama lain. Masih ingat banget zaman dulu kami masih kuliah. Saya sering menginap di kosnya. Kalau saya ada kegiatan hingga tengah malam, maka kosan dialah yang jadi tempat tujuan berpulang. Masih terbayang juga saat dia jadi fashion stylist dadakan setiap kali saya ada acara “penting”. Kalau sedang bosan, kami bakal jalan-jalan berdua keliling kota sambil mencari kuliner enak. Nggak cuma itu saja, meskipun kami berasal dari latar belakang yang berbeda, di sisi lain kami ternyata juga memiliki banyak persamaan yang bisa bikin kami jadi sehati loh. Apa itu? Kami sama-sama suka nonton K-Drama, sama-sama suka baca komik, sama-sama hobi makan dan sama-sama suka nge-teh. Iya, ternyata kami berdua sama-sama penikmat teh dan favorit kami adalah teh hijau Kepala Djenggot. Eh, tapi sebenarnya ada lagi sih yang bikin kami sehati. Kami sama-sama tipe orang yang setia sama pasangan *halah* dan sama-sama jatuh cinta sama orang Semarang. Yang terakhir jadi faktor penting tuh kenapa kami tetap bersahabat dan sehati hingga sekarang hehehe….
Oh ya, ngomongin soal teh, mekipun punya teh favorit yang sama, tapi kami punya alasan berbeda kenapa kami menyukainya. Astrid suka mengkonsumsi teh hijau Kepala Djenggot karena antioksidan yang tinggi dalam teh hijau berfungsi menjaga kesehatan kulit secara alami dan dapat mengurangi stres, karena di dalamnya terdapat asam amino bernama L-thanine yang membantu meringankan stres dan kecemasan pada seseorang. Pantas saja dia punya wajah cantik dan kulit yang bagus euy. Kalau saya sih, alasan utama suka minum teh hijau Kepala Djenggot buat menurunkan dan menjaga berat badan hehehe…Asal kalian tahu saja, teh hijau terbukti dapat mengurangi penyerapan lemak dalam tubuh sehingga secara otomatis jumlah lemak pada tubuh akan berkurang. Selain itu pada teh hijau juga terdapat ketekin polifenol yang menyebabkan intensitas pembakaran lemak.
Sebenarnya masih banyak lagi manfaat teh hijau bagi kesehatan. Tapi mau sebanyak apapun manfaat teh hijau untuk kesehatan tubuh, kesehatan jiwa juga nggak kalah penting. Saya dan Astrid percaya, sehat itu nggak hanya fisiknya saja, tapi juga hatinya. Tubuh yang sehat nggak ada gunanya kalau nggak punya jiwa yang sehat. Makanya, antara tubuh dan jiwa harus seimbang sehatnya. Dan untuk mewujudkan fisik dan hati yang sehat kami berdua memiliki jurus Sehatea. Apa itu? Yaitu dengan rutin mengkonsumsi teh hijau Kepala Djenggot untuk menjaga kesehatan tubuh dan selalu menghargai dan mengasihi satu sama lain untuk menjaga kesehatan jiwa. Misalnya seperti kami, yang walaupun berbeda tapi kami bisa mengapresiasi perbedaan yang ada, sehingga kami bisa sehati. Well, untuk melakukan memang awalnya tidak mudah tapi bukan berarti mustahil.
Saya sendiri nggak kebayang, kalau dulu saya dan Astrid nggak KKN bareng, mungkin kami nggak bakal jadi dekat dan bersahabat hingga sekarang. Meskipun awalnya bukan sesuatu yang gampang, namun kami mencoba untuk lebih mengenal satu sama lain. Saya sih percaya, kalau kita mau terbuka dan menerima perbedaan yang ada, pada akhirnya kita pun bisa saling mengerti, saling menghargai dan mengasihi satu sama lain. Bahkan dengan perbedaan yang ada bisa saling melengkapi dan menambah indah persahabatan yang terjalin. Dan hal tersebut sudah saya buktikan melalui persahabatan kami.
Saat kami akhirnya lulus kuliah, Astrid kembali ke Jakarta dan saya tetap stay di Semarang. Walaupun jarak memisahkan, tapi kami tetap saling kontak dan masih sering ngobrol dan curhat meski cuma via telpon. Sampai akhirnya kami masing-masing menikah dan sama-sama stay di Semarang. Senang banget rasanya kalau bisa lebih dekat sahabat kita. Kalau kangen bisa meet up, kalau ada yang butuh bantuan bisa segera membantu. Kalau jauh-jauhan kan pastinya bakalan jarang banget ketemunya dan kalau ada yang butuh bantuan terbatas jarak dan waktu. Betul nggak sih?
Nah, itu tadi cerita tentang persahabatan saya dengan Astrid yang berbeda namun #Sehatea. Kalau kamu sendiri, apakah punya cerita tentang persahabatan dengan teman atau rekan yang berbeda namun #Sehatea? Bisa yang berbeda suku/agama/ras/golongan. Kalau iya, share dong tentang cerita persahabatan kalian di kolom komentar. Akan lebih seru lagi kalau kalian mau menuliskannya di blog. Bagikan ceritanya dan jadilah menginspirasi karena meski kita berbeda namun #Sehatea.
Saya hanyalah seorang ibu rumah tangga biasa. Istri seorang ilustrator sekaligus ibu dari 3 orang anak luar biasa. Penyuka kopi yang suka membaca, kulineran, dan jalan-jalan. Blog ini merupakan catatan saya tentang berbagai hal. Semoga bisa bermanfaat dan selamat membaca!
Punya sahabat jaman kuliah s2 dulu orang dayak dan non muslim pastinya tp kami selalu saling menghargai n menghormati. Udah sehati jg deh pokoknya sampe skr pun walau udah ga ketemu 10th lebih krn dia balik ke Palangkaraya kami tetap kontak2an
Punya sahabat yang berbeda namun sehati itu jadi nambah pengetahuan baru. Malah seringnya yg beda lebih bisa menghargai.