ROI atau return on investment adalah metrik krusial dalam pemasaran, terutama di industri FMCG, di mana anggaran marketing sering kali menyentuh angka miliaran per kuartal. Namun, ironisnya, banyak brand FMCG masih belum bisa menjawab dengan yakin, apakah anggaran yang mereka keluarkan benar-benar menghasilkan?
Berdasarkan data yang termuat di dalam white paper Redcomm berjudul “FMCG Marketing: Spend or Waste?”, hanya 34% brand yang mampu mengukur ROI marketing secara akurat. Sisanya? Terjebak dalam pelaporan yang bias, data terpisah-pisah, dan sistem analitik yang tidak terintegrasi.
Nah, artikel ini akan membongkar akar masalah kegagalan pengukuran ROI di dunia FMCG, serta solusi praktis yang bisa langsung Anda terapkan.
Daftar Isi
1. Data Terfragmentasi dan Tidak Terintegrasi
Banyak brand FMCG bekerja dengan data yang tersebar di berbagai pihak, seperti agensi, distributor, retailer, dan internal marketing. Tanpa sistem yang menyatukan semua sumber ini, hasil akhir yang Anda dapatkan tidak mencerminkan performa yang sesungguhnya.
Solusi untuk mengatasi hal ini, Anda bisa membangun integrasi data lintas channel dengan dashboard real time yang bisa menggabungkan trade promotion, retail media, dan digital marketing dalam satu sistem.
2. Ketergantungan pada Last Click Attribution
Banyak laporan ROI masih menggunakan model atribusi tradisional yangmemberikan semua kredit konversi pada channel terakhir sebelum pembelian. Padahal dalam dunia FMCG, konsumen bisa melewati 4–7 titik sentuh sebelum akhirnya membeli.
Nah, Anda bisa mencoba model multi touch attribution (MTA) yang membagi kredit ke setiap touchpoint penting dalam perjalanan konsumen. Ini memberikan gambaran yang jauh lebih akurat.
3. Trade Promotion Tanpa Post Promotional Analysis
Trade spend menyerap lebih dari 60% anggaran marketing FMCG, namun ironisnya, banyak brand tidak melakukan evaluasi pasca promosi untuk mengukur uplift penjualan yang sebenarnya.
Padahal, menurut white paper Redcomm “FMCG Marketing: Spend or Waste?”, hanya 32% brand yang secara aktif melakukan post-promotional analysis untuk menilai efektivitas program promosi.
Tanpa pengukuran ini, brand berisiko terus mengalokasikan anggaran ke aktivitas yang sebenarnya tidak memberikan dampak berarti terhadap penjualan.
Ingin tahu bagaimana cara menerapkan post promotional analysis yang benar dan efisien? Unduh white paper Redcomm gratis di Peluang & Tantangan Bisnis FMCG di Indonesia Tahun 2025 untuk mendapatkan framework dan contoh penerapan nyatanya.
Selain itu, Anda bisa juga menerapkan post promotional analysis standar di setiap program trade promotion. Bandingkan hasil dengan baseline penjualan dan ukur cost per incremental unit sold.
4. KPI yang Tidak Menggambarkan Nilai Bisnis Sebenarnya
Mengukur impressions, likes, atau reach tidak cukup, itu hanya mengukur aktivitas, bukan hasil. Banyak brand FMCG masih terpaku pada KPI vanity, seperti jumlah tayangan atau engagement, padahal metrik-metrik tersebut sering kali tidak punya korelasi langsung dengan peningkatan penjualan, loyalitas pelanggan, atau pertumbuhan revenue. Akibatnya, strategi pemasaran bisa tampak “sukses” di dashboard, tapi tidak berdampak di laporan keuangan.
Untuk mengatasi hal ini, fokuslah pada KPI strategis yang benar-benar mencerminkan nilai bisnis. Misalnya:
- LTV (lifetime value) menunjukkan seberapa besar nilai rata-rata pelanggan sepanjang hubungan mereka dengan brand Anda.
- Repeat rate mengukur keberhasilan retensi,.
- Share of wallet memberi gambaran positioning brand Anda di antara pesaing.
- Kontribusi pelanggan existing terhadap revenue memperlihatkan seberapa pentingnya membangun loyalitas.
Jika belum tahu harus mulai dari mana, Anda bisa berkonsultasi langsung dengan Redcomm digital marketing agency Indonesia yang telah membantu banyak brand FMCG menyusun struktur KPI yang relevan dan actionable.
5. Martech Stack yang Tidak Dioptimalkan
CRM, CDP, dan dashboard analytics sering kali sudah tersedia, tapi tidak digunakan maksimal. Banyak tools hanya digunakan untuk laporan, bukan untuk pengambilan keputusan strategis.
Solusi: Bentuk tim internal yang bertanggung jawab sebagai “owner” untuk setiap tools. Beri pelatihan, SOP, dan integrasikan ke dalam siklus kerja harian.
Jika Anda tidak bisa mengukur ROI, Anda tidak bisa mengelola efektivitas anggaran. Dan jika tidak dikelola, anggaran besar pun hanya akan jadi beban. Sebagai brand FMCG, Anda perlu bertransformasi dari sekadar pelaporan ke strategi berbasis data yang akurat dan bisa ditindaklanjuti.
Ingin mengukur ROI secara lebih akurat dan strategis? Hubungi tim Redcomm sekarang juga melalui Kontak Redcomm yang sudah berpengalaman membantu brand FMCG meningkatkan efektivitas anggaran mereka.

Saya hanyalah seorang ibu rumah tangga biasa. Istri seorang ilustrator sekaligus ibu dari 3 orang anak luar biasa. Penyuka kopi yang suka membaca, kulineran, dan jalan-jalan. Blog ini merupakan catatan saya tentang berbagai hal. Semoga bisa bermanfaat dan selamat membaca!
Fantastis sekali ya, Anggara yang dikeluarkan marketing FMCG ini sampai milyaran. Jadi sayang kalau gagal dan tidak tepat sasaran. Apalagi semua diukur roi yang kadang gagal pula.
San salah satunya adalah last clik. Jadi harus dibenahi Utuk ganti multi touch saja.
Banyak perusahaan baru yang sudah menerapkan Digital campaign. Apalagi kalau sudah modal untuk digital campaign yg nilainya cukup besar. Jaman memang sudah berubah
Setuju banget kak, kadang kita terlalu fokus ngeluarin budget, tapi lupa ngecek seberapa efektif hasilnya. Tanpa data yang jelas, ROI-nya jadi abu-abu. Penjelasannya di artikel ini bener-bener membuka cara pandang soal pentingnya strategi berbasis data.
Info menarik bgt. Penting bgt menargetkan marketing tepat sasaran agar anggaran yg keluar tidak sia-sia.
Angka yg fantastis bgt sih emang untuk sebuah budjet marketing sampe miliaran. Jadi pastinya penting untuk bisa memastikan budjet itu sudah dipakai tepat sasaran atau belum guna membangun pertumbuhan bisnis
Terkejut saat membaca artikel ini ternyata hanya 34% brand yang mampu mengukur ROI marketing secara akurat. Ini perlu disadari oleh semua pelaku usaha agar semua pelaku usaha bisa mengukur data dengan akurat
Penting banget lho pengukuran ROI ini agar bisa mengelola efektivitas anggaran. Kalo ngga dikelola, malah anggaran besar akan jadi beban. Cara paling tepat mengukur ROI secara akurat dan strategis ya langsung konsul ke ahlinya lewat tim professional Redcomm. Ngebantu banget brand FMCG meningkatkan efektivitas anggaran.
setara bisnis kecil aja kalau mau pasang iklan berbayar harus pikir-pikir mateng dulu supaya tidak salah langkah, bisa balik modal dan dapat untung. apalagi bisnis kelas besar, bisa rugi besar-besaran kalau sembarangan ya, makanya ada digital marketing agency supaya lebih maksimal hasilnya
Saat memutuskan untuk mengeluarkan budget pemasaran berharap menguntungkan, tetapi jika strategi pemasaran kurang tepat justru mendatangkan kerugian yang tidak sedikit
penting ya menentukan KPI yang sesuai, karena kalau kita menentukan target salah ya nantinya ketika ingin mengevaluasi juga fokusnya akan salah, ini bakal berakibat kita jadi salah dalam mengambil keputusan
memiliki usaha dan bisnis FMCG di era digital memerlukan tim marketing yang handal, gak bisa mengandalkan diri sendiri. Mengapa tidak bekerjasama dengan agency digmar seperti Redcomm , atau mungkin bisa intip dulu nih cara menerapkan post promotional analysis yang benar dan efisien di white paper Redcomm. Saya juga tertarik, terlebih kontennya mengenai Peluang & Tantangan Bisnis FMCG di Indonesia Tahun 2025.
Waaah sekarang untuk ROI sudah ada mofel mencoba model multi touch attribution (MTA) ya kak? Cara kerjanya yaitu kredit ke setiap touchpoint penting dalam perjalanan konsumen