Pengalaman Operasi Kuretase

Bisa hamil dan melahirkan dengan lancar tentu menjadi kebahagiaan tersensiri bagi setiap ibu. Namun ada kalanya juga seorang ibu tidak bisa merasakan semua proses itu hingga akhir. Seperti yang saya alami beberapa waktu lalu, ketika saya positif hamil namun akhirnya harus menjalani kuretase karena janin tidak berkembang. Saya sudah pernah menceritakannya di postingan sebelumnya di sini. Nah, jadi kali ini saya mau cerita tentang proses kuret yang saya alami. Mungkin saja ada yang penasaran gitu hehehe…

Buat kalian yang belum tahu apa itu kuretase? Kuretase merupakan sebuah prosedur yang harus dijalankan untuk wanita yang mengalami keguguran dan juga beberapa masalah lain pada wanita yang berhubungan dengan kandungan serta rahim. Sedangkan kuret merupakan alat operasi yang dipakai untuk pengangkatan jaringan yang ada pada rahim dan kuretasi merupakan prosedur yang dijalankannya. Kuretase ini akan dilakukan oleh ginekolog dengan durasi antara 10 sampai 15 menit pada pasien yang sebelumnya sudah dibius. Untuk penjelasan mengenai kuretase selengkapnya seperti manfaat, metode, efek samping dan hal lain menyangkut kuretase, kalian bisa cek di di sini.

Menjalani kuret dengan dr. Widi Fatmawati Sp.Og di RS Hermina Pandanaran, saya dijadwalkan kuret hari minggu sore. Namun, saya sudah harus masuk RS pagi hari sekitar jam 8-9 pagi untuk persiapannya. Jadi sekitar jam 8.30  WIB, saya bersama dengan suami dan Kenzie berangkat ke RS. Lah kok Kenzie dibawa? Iya, soalnya Kenzie masih nenen dan juga nggak ada yang bisa momong dia. Jadi saya sebisa mungkin meminimalkan waktu berpisah dengan Kenzie. Karena tindakan kuret dilakukan sore, saya masih bisa bersama Kenzie sampai sore. Dan di RS juga ada tempat bermain untuk anak, jadi Kenzie juga nggak terlalu bosan selama menunggui saya.

Sesampainya di RS, saya langsung kebagian pendaftaran. Saya kemudian langsung dicarikan kamar oleh petugas. Berhubung saya menggunakan BPJS, saya menempati kelas sesuai hak saya yaitu kelas I. Saya pun kemudian disuruh menunggu hingga kamar untuk saya siap. Lumayan agak lama menunggu, baru setelah sekitar 30 menitan kemudian saya dipanggil. Saya lalu diantar menuju kekamar yang terletak di lt.4. Sebenarnya, di lt. 4 ini merupakan ruangan untuk pasien anak-anak. Sedangkan untuk pasien dewasa berada di lt.3. Namun karena kamar di lt.3 penuh, maka jadinya saya dititipkan di lt.4. Hmmm…Pantesan saja dinding di lorong banyak gambar-gambarnya. Ruangan kamarnya juga cerah khas untuk anak-anak. Selain itu, saya cukup lama menunggu juga dikarenakan kesusahan mencari ranjang ukuran dewasa. Oh ya, untuk kelas I ditempati dua pasien dalam satu kamar. Kebetulan teman sekamar saya adalah ibu yang habis melahirkan.

Setelah di kamar, saya pun dijelaskan mengenai aturan dan prosedur selama dirawat. Setelah menyelesaikan beberapa administrasi dan pemeriksaan, saya pun dipasang infus. Nggak berapa lama kemudian saya pun dipindahkan ke ruang transit untuk persiapan operasi. Di ruang transit inilah saya menunggu untuk persiapan kuret hingga sore. Di ruangan tersebut kalau tidak salah ingat ada tiga ranjang yang bisa disekat dengan tirai. Saat saya masuk, hanya saya seorang pasiennya, setelah dhuhur kemudian ada pasien lain. Saya pun berganti baju memakai baju operasi yang warnanya hijau.

Saya kemudian diambil darahnya untuk cek laboratorium dan cek jantung. Saya juga disuruh untuk puasa. Setelah itu perawat memberi obat yang diletakkan dibawah lidah. Obatnya nggak perlu ditelan/kunyah, tapi dibiarkan saja di bawah lidah karena nanti dengan sendirinya akan hancur dan hilang. Saya diberikan obat tersebut selama dua kali, sekitar jam 11 siang dan jam 2 siang. Obat ini fungsinya untuk melunakkan jalan lahir. Jadi untuk memudahkan pembukaan. Efeknya nanti perut akan terasa mules atau nyeri. Namun saya sendiri nggak berasa apa-apa. Pas pertama kali sih awalnya sempat terasa agak mules-mules gitu, tapi juga nggak terasa banget. Yang kedua sama sekali nggak terasa. Mungkin karena yang ada di rahim cuma sisa-sisa saja, jadi nggak terasa nyeri. Sorenya menjelang dilakukan tindakan, kalau nggak salah sekitar jam 3 atau 4 sore, saya diberi obat lagi. Tidak lupa juga untuk tes alergi obat dan alhamdulillah nggak ada alergi. Kali ini obatnya diberikan melalui suntikan ke dalam infus. Kata perawatnya, biasanya efek obatnya akan membuat pasien jadi pusing, mual dan pengin muntah. Perawatnya juga menyuntikkan obat secara perlahan, biar saya nggak langsung merasa mual. Tapi lagi-lagi alhamdulillah banget, setelah disuntik saya nggak merasakan pusing, mual atau muntah. Katanya efeknya memang beda-beda tiap orang dan alhamdulillah saya baik-baik saja.

Oh ya, selama di ruang transit, pasien boleh ditemani oleh satu orang penunggu dan anak kecil dilarang masuk. Lalu bagaimana dengan Kenzie? Kenzie awalnya bersama ayahnya menunggu di luar. Namun alhamdulilah banget perawatnya baik hati. Setelah mereka tahu Kenzie masih nenen, akhirnya diperbolehkan masuk. Saya pun langsung menyusui Kenzie dan dia langsung tertidur. Kenzie pun tertidur cukup lama, dari jam 11.30an hingga jam 2, meskipun sempat terbangun minta nenen lagi. Nggak berapa setelah Kenzie bangun, kakak-kakaknya datang. Kenzie pun akhirnya dibawa Bu Dhe dan Pak Dhe-nya pulang bareng ke rumah. Jadilah pak suami sendirian menunggui saya.

Sekitar jam 16.45, saya kemudian dibawa masuk ke ruang operasi. Sambil menunggu, sayapun disetelkan musik dari radio oleh perawat. Supaya nggak bosan dan tegang katanya. Ya memang sih, agak tegang-tegang gimana gitu. Secara gitu loh, ini adalah pertama kali saya operasi. Apalagi ini termasuk operasi besar, karena saya dibius total. Jadi wajar sajalah kalau saya tegang. Saat itu yang bisa saya lakukan hanya terus berdo’a dan berdzikir, supaya semuanya berjalan lancar. Sampai akhirnya dokter Widi dan dokter anastesi pun datang. Setelah dokter widi menyapa, nggak berapa lama saya pun disuntik anastesi. Begitu disuntik, dalam hitungan detik saya pun langsung tak sadarkan diri. Ketika tersadar, tahu-tahu saya sudah kembali ke ruang transit. Saat membuka mata, rasanya kelopak mata terasa berat dan sedikit pusing. Mungkin karena efek bius yang masih tersisa. Saya lalu mencoba membuka mata secara perlahan dan melihat jam dinding. Saat itu sekitar pukul 18.15 WIB. Saya lalu kembali memejamkan mata untuk mengurangi rasa pusing. Sampai akhirnya saya pun memaksakan diri untuk terbangun, supaya bisa segera pulang dan menemui Kenzie. Setelah perawat tahu saya sudah terbangun, perawat kemudian memanggil suami. Setelah pak suami datang, dokter Widi menemui suami dan memberitahu kalau nanti beberapa jam kemudian saya boleh pulang. Tentunya dengan catatan saya baik-baik saja dan tidak ada yang perlu dicemaskan.

Setelah terbangun, saya disuruh untuk makan karena sebelum operasi saya puasa. Tapi sayangnya saya nggak nafsu makan sama sekali. Lauk yang biasanya enak menurut saya, saat itu terasa nggak enak. Akhirnya jatah makan saya dimakan oleh suami. Selepas isya, saya pun dibawa kembali ke kamar rawat. Setelah perawat memastikan saya baik-baik saja, saya pun diperbolehkan pulang. Namun saya harus menunggu infusnya sampai habis, sambil memantau keadaan saya. Cukup lama untuk menunggu infus habis dan lumayan bosan juga. Untuk mengurangi kebosanan, kami menonton TV. Oh ya, pasien yang satu kamar dengan saya ternyata sudah pulang duluan. Karena kelaparan, akhirnya saya meminta suami untuk mencarikan sesuatu yang enak buat dimakan, meskipun akhirnya suami hanya mendapatkan puding. Tapi nggak apa deh, lumayan untuk mengganjal perut. Sekitar pukul 21.00 WIB, infus saya sudah habis. Setelah laporan ke perawat dan mengurus administrasi serta diberikan obat, saya pun akhirnya melenggang pulang. Nah, itu tadi pengalaman saya saat menjalani kuret. Apakah di antara kalian ada yang pernah mengalami hal serupa?

Allaely Hardhiani

Saya hanyalah seorang ibu rumah tangga biasa. Istri seorang ilustrator sekaligus ibu dari 3 orang anak luar biasa. Penyuka kopi yang suka membaca, kulineran, dan jalan-jalan. Blog ini merupakan catatan saya tentang berbagai hal. Semoga bisa bermanfaat dan selamat membaca!

2 pemikiran pada “Pengalaman Operasi Kuretase”

  1. saya juga ngerasain hal yang sama bu, pada tgl 26 mei 2018 saya dikuret karna janin gak berkembang pada saat itu kandungan saya 2 bulan 4 hari..
    awalnya sebelum dikuret saya mengalami flek pas di cek usg janin saya gak berkembang dan harus dikuret.. tegang seperti ibu yang rasa saya juga merasakan hal itu secara itu anak pertama dan harus merasakan kuret sedih takut deg degan tegang udah campur aduk hehehe.. tapi alhamdulillah kuretnya berjalan dengan lancar dan semoga kita bisa secepatnya diberikan keturunan lagi amin yarabbal alamin…

    Balas

Tinggalkan komentar